Thursday, June 13, 2013

Surat Panjang Untuk Dumbledore Yang Jumlahnya Jutaan Kata

Kepada : Professor Dumbledore

(Order of Merlin, First Class, Grand Sorc., Chf. Warlock, Supreme Mugwump, International Confed. of Wizards)

di
Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry

 Dear Professor Dumbledore,
Apa kabar? Anda masih ingat saya kan?
Itu lho...yang pernah mengirim surat pada Anda di bulan Januari 2013 untuk melamar posisi guru Sejarah Sihir di Hogwarts. Selain melamar, saya juga berniat pinjam Pensieve. Ingat dong ya, Prof? Gak mungkinlah makhluk semanis dan selangka saya bisa dilupakan segitu gampangnya. (aduh maap, Prof. Narsis saya kumat lagi)

Ehm....saya masih menunggu jawaban surat lamaran kerja kemarin sebenernya, dan terutama izin untuk meminjam pensieve (hayo atuhlah Prooff, banyak memori yang harus dilepaskan ini. Hiks). Tapi...sekarang ini saya mengirim surat dengan tujuan yang jauh lebih mendesak dan penting. Singkatnya sih, saya mau minta tolong, Prof. :">

Iya sih...emang sebenernya gak tahu diri banget ya saya. Surat yang pertama aja belum dijawab, udah nekat pula kirim surat yang kedua. Tapi saya terdesak banget banget banget deh, Prof. T^T Ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan (terutama) hajat hidup saya sendiri. Dan ini bukan lebay, Prof. Saya berani dikutuk jadi secantik Keira Knightley kalo ternyata saya boong. #Yeeeeee

Tapi sebelum masuk ke request utama, lebih baik saya ceritakan dulu latar belakang permohonan saya ya, Prof. Besar harapan saya agar Anda jadi paham dan berkenan membantu saya setelahnya.
Oya....ceritanya bakal panjaaaanggg banget, Prof. Fasten your seat belt and prepare your cemilan please.

Ceritanya bermula di suatu siang teduh, saat matahari bersinar lembut, awan tebal berarak, angin semilir mempermainkan rambut, dan burung kutilang ikut bernyanyi di pucuk pohon cempaka. #Garing #IKnow.
Waktu itu saya sedang syahdu (SYAHDU?) baca textbook tentang Jantung ditemani setumpuk diktat tebal dan sepiring gehu hangat mengepul di...tengah lapangan basket RT.
Okeh...lapangan basket emang bukan tempat ideal untuk belajar. Tapi di mana lagi coba saya bisa pamer kalo saya tuh wanita cerdas, rajin belajar, gemah ripah loh jinawi dan calon istri ideal? #Eaaa #TernyataPromoDiri

Lagian...kata siapa saya belajar? Pfffttt...please deh, Prof! Emang sih yang tampak tuh saya lagi khusyuk pegang Braunwald's Heart Disease, tapi di dalamnya mah ada buku kipas terselip laahhh. Ya namanya juga pencitraan. Demi pencitraan mah rela deehh nongkrong di lapangan pegang buku tebal #naonsihini

Anyhoo...back to the story.
Saat lagi seru membaca buku kipas textbook itu, saya dengar suara kuakan angsa di...langit. Dengan keponya, saya melirik ke atas dan melihat ada sebuah kereta melintas yang ditarik oleh 5 ekor angsa.
"Hah? Kok 5 ya? Kenapa gak 7?" batin saya heran #BukanItuMasalahnyaWoi. Tapi berhubung buku kipas textbook ini lebih menggoda, ya saya lanjut baca buku lah.
Sampe tiba - tiba ada sebentuk bayangan menutupi bacaan saya.
Dan saat mendongak.....
BUM! CRASH! DANG!! KUAK...KUAK...KUAK...!!!

"Geez....guys, haven't you learned how to landing smoothly by now?"

Saya menatap takjub pada pemandangan di depan mata (sambil gak lupa nyomot gehu baru tentunya #penting). Kereta angsa yang tadi masih nangkring di langit sekarang teronggok pasrah di sebelah tiang ring basket. Kondisi keretanya penyok berat, bahkan ada roda yang menggelinding. Kelima angsa sudah terlepas dari kekangnya dan menunduk patuh pada seorang cowok (yang ganteng, I have to say) dan si cowok lagi syahdu ngomel ke para angsa.

"Permisiiiii...." Sapa saya ke si cowok ganteng berambut pirang keriting, tinggi sekitar 1,97 meter, mata biru daann...suara annoying. How could I know all of these details in just that short of time? I absolutely had no idea. Mungkin karena radar cowok ganteng saya emang prima. *ish...radar sih diprimain! Otak noh dibikin prima!*

 "Spadaaaa.....Punteeeennnnnn," panggil saya lagi berhubung dicuekkin. Dan si cowok-ganteng-berambut-keriting-bermata-biru itu masih ngomel bahagia ke para angsanya. "Mas...mas...info aja nih : orang normal biasanya gak ngomel ke angsa lho."

"Karena gua bukan orang normal!" Tiba-tiba si cowok-ganteng-berambut-keriting-bermata-biru mengalihkan seluruh perhatiannya ke saya yang mana membuat saya tertegun sejenak demi membatin : "Duh Gustiiii....mimpi apa eike semalaaammmmmm. Ganteng pisan makhluk ciptaan-Mu!" #Lebay #KepretMePlease

"Maksudnya situ orang gila?" tanya saya (sok) kalem sambil lanjut ngunyah gehu.

"BUKAN! Gua bukan orang normal karena gua itu gantengnya cetar bergelora bergelinjang! Karena saking gantengnya gua, elo dan semua orang yang ngeliat gua bakal mendadak relijius, memuji Tuhan dan bersyukur karena pernah melihat gua, biar cuma sekejap," jawabnya dalam satu tarikan napas.

Anda mo muntah, Prof? Sama! Saya juga. Malah ditambah bonus keselek gehu pula. (PS : Eh...kalo anda juga enek sama cowok itu, berarti kita sama ya, Prof. Wah...kita destiny! #dilemparAnang)
Aduh plis deh bwok, biar kata situ gantengnya bisa bikin rahim eyke jungkir balik, kalo narsisnya melebihi saya mah, saya langsung ilfil lah. Setelah memberikan tatapan yang bermakna biar-ganteng-tapi-loe-ngemalesin-deh, saya memutuskan untuk balik aja ke buku kipas textbook.

"Eh bentar. Jangan baca dulu. Ini tanggung jawab elo juga."

Alis saya berkerut demi mendengar fitnah kejam itu. "Heuh? Pegimane ceritanye jadi guwe yang salah? Gak sekalian loe salahin temen-temen guwe? Emak guwe? Sodara guwe? Presiden Endonesaaaaaa?" Okeh...saya tahu emang ini lebay, Prof. But hey...kapan lagi saya bisa sok-sok drama queen depan cowok ganteng? #pffttt

"Ya iya salah elo. Gua tuh udah teriak-teriak nyuruh elo minggir tau nggak. Elo malah enak aja baca buku. Ini angsa-angsa kan kerepotan mo landing," oceh si cowok-ganteng-tapi-ngemalesin sambil tangannya sibuk nunjuk-nunjuk ke langit dan angsanya. "Padahal gw tuh tadi cuma mo nanya jalan tahu!!! Soalnya dari atas gua liat loe punya atlas."

Hah? Nanya jalan? Atlas? Dia kira saya globe apaaaahhhh, Prof??? Ya emang sih saya bulet-bulet seksey gitu kayak onde-onde, tapi gak juga dianggap globe kaleeee. Globe kan jendal jendol berpulau gituu #BukanItuMasalahnyaWoi.
Tapi semua protes itu cuma terjadi dalam hati sih,Prof, karena pada kenyataanya mata saya sibuk melototin makhluk Tuhan yang (mungkin) paling seksi tapi juga (mungkin) paling absurd ini. Tentu saja, sambil dalam hati sibuk bersyukur atas pemandangan di depan mata. Bukaaannn...bukan cowok itu maksudnya, tapi ke para angsa cantik itu. #Denial #KepretMeAgainPlease

"HOI...KOK DIEM? ELO MENDADAK BUDEG? ITU ATLASNYA GW PINJEM YA?"

I've told you about his cempreng voice, haven't I? Cemprengnya itu seperti kalo koin digores di kaca. Bikin ngilu dan berasa pengen bekep siapa pun yang bersuara kayak gitu. Nah imagine kalo suara se-annoying itu dipake buat teriak, Prof? Yap betul! Saya langsung sibuk istighfar. Tuhan emang adil ya. DIA kasi fisik nilai 100, tapi kasi suara minus 100 ke seseorang. Ah bener kata cowok absurd ini. Bertemu dia emang mendadak relijius. Belom 10 menit ketemu dia, saya udah manggil Tuhan berapa kali ini?

"Menurut gw sih, daripada atlas loe lebih butuh belajar pitch control deh. Kursus gih sana sama Ahmad Dhani."

Si makhluk absurd itu menatap saya dengan kesabaran yang terlihat makin tipis (eciyeee...sok canggih saya, bisa lihat tipisnya kesabaran #naonsih). "Elo ini...cantik cantik kok dongo sih? Gua nanya apa, dijawab apa."

Biar kata dibilang dongo, saya bangga juga sih dibilang cantik. Hey...gak tiap hari lho bisa dibilang cantik sama cowok ganteng-tapi-ngemalesin-yang-jatuh-dari-kereta-yang-ditarik-angsa. Hayoo....Anda pasti belum pernah kan, Prof? Dan saya yakin pasti belum ada satu pun dari muggle maupun penyihir yang pernah ngalamin kayak saya. Iya kan? Iya kan? Iya kaaaannnn??? (Ini bukan prestasi woooyyy). "Dari tadi loe ngebahas atlas apa sih?"

"Ituu....yang di sebelah kanan elo," tunjuknya. Pandangan saya mengikuti arah tunjukannya dan...bengong.

source
"Maksud loe buku ini?" tunjuk saya ke buku di sebelah kanan. Demi melihat anggukan dia, saya tatap lagi buku yang dimaksud. "SOBOTTA ATLAS Of HUMAN ANATOMY" adalah kata-kata yang tercetak di covernya. Lalu saya balik ngeliatin si biang rusuh ini sambil geleng kepala pelan. Dan dengan suara tersabar yang saya bisa, maka saya pun berkata : "You know, di situ emang dibilangin atlas, tapi gw jamin loe gak bakal nemuin jalan ato bangunan apapun di situ. Apalagi jalan yang menuju ke rumah sakit jiwa." Rumah loe, tambah saya dalam hati.

"Yang nyari rumah sakit jiwa emang siapa?"

"Lah...situ niat nyari rumah sakit jiwa kan?"

"Nope. I was going to go to someone's heart. But I got lost. I need to find a way back to their heart."

Okeh...that's it. Saya pun langsung nengok kiri kanan nyari hidden camera. Ini pasti semacam reality show aneh yang kurang kerjaan. Saya bahkan udah siap ujug-ujug disergap segerombolan kru dengan kamera dan blitz menyala-nyala sambil ada yang teriak "YOU'RE ON CANDID CAMERA!"

Dan masih sambil tengok kanan kiri, saya udah mulai ngebayangin gimana serunya kalo acara saya udah tayang ntar. Pasti bakat keartisan saya akan langsung terlihat. Lalu saya akan dicasting banyak film. Trus ditawarin main film di Hollywood. YES! Cinta Laura, Agnes Monica, beware of me, ladies! Saya yang bakal memenangkan oscar pertama untuk Indonesia. Saya! Sayaaaaaaa!!
Oh....should I start preparing my speech from now? Mulai dari apa ya? Yang gak pasaran dan original gitu. Oh...I knooww. Imma gonna start with : "Dearly beloved, we're gathered here today to watch my big winning and triumph. Let's all give a long time to pray together for my bright future, continued success and wonderfull life ahead."
Woooww....that's gonna be the best and most original speech ever! #OriginalDariMane?

Saya masih seru berkhayal waktu tiba-tiba saya ngerasa timpukan pelan di kepala saya. Blinking, saya baru ngeh si cowok-tampan-yang-belum-sebut-namanya itu baru aja ngelemparin saya pake colenak (gimana caranya tuh orang bisa dapat colenak? Entahlah, Prof. Misteri Ilahi tampaknya #IyainAjaBiarCepet) Ishh...kurang ajyaaarrr. Makanan enak kok dibuang! "Kok elo bengong sih? Hand me the book NOW!" perintahnya.

"HAH? GAK BAKAALLL!" Saya langsung histeris. Yang bener aja deh. Minjemin buku Sobotta ke dia? Buku Sobotta yang harganya ngajak kere dan bikin saya puasa pake paket Blackberry 1 bulan? Buku Sobotta yang bikin saya cuma sanggup makan di warteg setelah tiap hari makan di warung Madura? Buku Sobotta yang bikin saya sempat kirim-kirim pesan ke teman saya pake jasa merpati pos instead of handphone?
And to top it all, minjemin Sobotta tercinta itu ke..dia? Dia yang tangannya berminyak abis pegang colenak? Dia yang tangannya abis pegang angsa, burung dan entah apa lagi? Saya aja selalu cuci tangan 10x pake sabun dan antis sebelum pegang buku itu. Not. A. Chance. In. The World. #IyaIniLebay #JustKepretMePlease

Tapi dia gak peduli dengan kehisterisan saya. Malah langsung berjalan ke sebelah kanan saya sambil menjulurkan tangannya ke arah Sobotta. "NO!" protes saya sambil mendekap buku Sobotta. "Back off! Gw gak bakal kasi buku ini dengan sukarela. Loe harus ngerebut dari gw."

Si cowok-ganteng-tak-bernama itu tersenyum meremehkan. "Oke," jawabnya santai sambil mendekati saya.

Source
"Jangan coba-coba maju deh. Gw punya senjata nih!" ancam saya sambil menunjuk Kamus Kedokteran Dorland. Tapi cowok-ganteng-nan-aneh itu gak peduli dengan ancaman saya dan terus maju pantang mundur. Terpaksa deh, saya meraih kamus Dorland lalu...melempar kamus itu ke arah dia (Saya gak salah kan, Prof? Saya cuma membela diri kan?)

"DEMI TOUTATIS! LOE GAK PUNYA SENJATA YANG LEBIH TIPIS?" cowok-ganteng-tapi-aneh itu meraung keras sambil memegang hidungnya. Tampak darah mengalir lumayan deras dari sela-sela jarinya.

"Waduuhh....jangan-jangan patah hidungnya tuh bocah. Mudah-mudahn di planetnya nih orang gak ada istilah tuntut menuntut. Cicilan berlian di ibu Ani belum lunas, cyiiinn", saya membatin dengan panik sambil bergegas menghampiri makhluk aneh itu.
Setelah dekat, saya bisa liat bahwa walaupun hidungnya berdarah, tapi bentuknya baik-baik aja. "Fyuh...syukur deh gak papa."

"GAK PAPA KATA CERBERUS?" Cowok aneh bersuara annoying itu mendelik sewot ke saya. Jelaslah saya mendelik balik. Isshh....udah suara ancur gitu, masih teriak-teriak pulaa! "Pokoknya kita berobat ke tabib. Loe anterin gw sekarang!" perintah makhluk aneh itu.

Saya cengo sejenak. Tabib? Idih.....so last century banget istilahnya. Dukun gitu kek bilangnya. Ato dokter deh kalo mo yang lebih spesifik. Tapi saya pendam aja komentar itu. Ya syukur deh dia mintanya dibawa ke tabib dan bukannya ke rumah sakit. Sementara si makhluk unik nan tampan itu sibuk ngiketin angsa-angsanya, saya pun sibuk membungkus colenak dan gehu yang tersisa. *info penting abis*

....setengah jam kemudian, kembali di lapangan basket....

"Udahan deh ngedumelnya. Suara loe tuh bukan suara Pavarotti tau gak. Tadi juga tabibnya bilang hidung loe baik-baik aja." Saya melirik sebal pada cowok-ganteng-yang-masih-aja-misterius-siapa-namanya. Gimana gak kesal coba, Prooff? Udah mah dia sendiri yang main nyosor trus mo ngambil buku orang, eh sekarang saya pula yang ketempuhan bayarin biaya berobat dia. Mana tabib (sebenernya sih dukun) yang saya datangin tadi absurd banget. Masaaaa sang tabib nyuruh foto rontgen sampe MRI hidung? Udah nyuruhnya heboh gitu, obat yang dikasi cuma air garam bekas rendaman kaki kuda nil belang tiga pula. Ajaib bener sih dukun jaman sekarang. #eaaa #MendadakCurhat

"Baik gimana? Elo gak liat muka gua lecet dan hidung bengep kek gini hah?" Makhluk di sebelah saya bersuara di saat saya masih sibuk bermonolog. Saya memperhatikan mukanya sejenak yang keterusan jadi dua dan tiga jenak. #yeee (ya abis ganteng sih). Emang sih ada luka baret dan hidungnya biru dikit efek kena Dorland, tapi ya masih oke aja kok buat saya.

"Cuma luka dikit. Jangan manja deh loe."

"Manja gimana? Kerjaan gua butuh kesempurnaan fisik tau gak lo? Gua gak bisa muncul dengan tampang blengsek gini. Apa kata dunia?"

source
Sebodo dunia mo bilang apa, batin saya. Tapi sebelum saya sempat mengutarakan pendapat, makhluk rese itu menyodorkan sebuah crossbow yang tampak ribet dan setabung anak panah ke saya. Entah dari mana dia bisa memproduksi crossbow seperti itu secara dari tadi dia gak bawa apa-apa. Dengan masih mendumal, dia bilang : "Nih loe gantiin tugas gua ampe gua sembuh. Nih list client-nya!" Lalu dia menyerahkan sebuah buku buluk.

"Ini apaan sih pake-pake crossbow? Kerjaan loe apa?"

source
"Oiya lupa. Ini instruksi dan SOP kerjaan gw," jawabnya sambil menyodorkan sebuah tablet-hitam-berlogo-buah-apel-kegigit-separuh. Duilee....list client sih pake buku buluk, giliran SOP pake tablet. Nyentrik amat yaa.
Saat membaca panduan di tablet, saya kembali bingung. Kok saya disuruh memanah jantung orang sih? Ada jam dan lokasi spesifiknya lagi kapan saya harus memanah. Waktu ngeliat list client, saya lebih heran lagi karena tiap nama ada instruksi pake panah bermata emas ato perak. Ribet amat.

"Kerjaan loe panahin jantung orang?"

"Iye," jawabnya lugas sambil cari kutu di angsa terbesar miliknya.

"Nama loe sapa ya?"

"Eros. Tapi di beberapa negara sih gua dipanggil Cupid."
Okeh,...ini udah kelewatan anehnya. Saat itu saya beneran ngarep ada kru TV muncul. Tapi berhubung seharian ini emang udah absurd, mau gak mau saya kudu percaya kalo ini beneran Cupid. Tapi yang bener ajaaa makhluk narsis minta dikepret ini adalah Cupid, si dewa montok imut menggemaskan itu? Hancur sudah segala ilusi kekanakan saya tentang Cupid. Manaaaa Cupid yang berwujud bayi bersayap sambil bawa busur dan panah? Kenapa yang ada malah bawa crossbow begini?

"Seriusan loe itu Eros? Dan gw disuruh gantiin kerja loe? Nehi! Yang bener aja gw disuruh ngejodohin orang sementara jodoh gw aja gak jelas." #eaaaa #MendadakCurcolLagi

"Udah gua bilang gua gak mungkin kerja dengan muka bengep gini. Gila apa lo? Image gua sebagai pria tampan sempurna setiap saat layaknya Rexona bisa rusak tau gak? Pokoknya gak ada protes lagi. Lo gantiin tugas gua atau...." Dia tersenyum licik yang membuat perasaan saya mendadak gak enak. "Atau...gua bikin lo berjodoh beneran sama Anang." Ebuseeetttt.....ancamannya kejam nian.

Jadi ya gitu deh, Prof. Dengan gak ikhlas, saya terpaksa setuju gantiin tugas Cupid. Tapi ternyata keapesan saya belum selesai.
Berhubung keretanya hancur, saya kudu nyari kereta baru. Tapi nyari kereta angsa di Jakarta tuh di mana ya? Saya udah coba cari informasinya dengan nanya ke buku kuning, eh di situ malah adanya iklan obat kuat. Apa hubungannya coba? T^T
Dengan cerdasnya, saya pun kepikiran beli gerobak aja. Ndilalahnya...saya gak ketemu gerobak acan-acan, padahal saya udah berkeliling ke 18 RT dan 15 RW. Dan baru di RW terakhirlah saya tahu kalo sedang ada muktamar akbar para pemilik kereta dan gerobak sedunia. Coba bayangkaaannn kekinya saya, Prof! Ini pasti ada konspirasi! Kok bisa-bisanya siihhhh? Huhuhu....(nangis elegan di pelukan David Gandy)

Saya udah kepikir gak usah naik kereta deh, langsung nunggang angsa aja. Sayang para angsa mogok terbang. Menurut penjelasan dokter hewan, angsanya stres dan menolak terbang. Makin bengonglah saya.
Mo jalan kaki ato naik mobil? Waduh...lokasinya jauh-jauh. Wong salah satu tugasnya itu kudu ke Antartika untuk ngejodohin Polar Bear dan ikan salmon kok.
Naik pesawat? Ini sih sama aja ngajak bangkrut.

Karena terdesak itulah, akhirnya saya mengirimkan surat ini, Prof. (pembukaannya panjang ya, Prof? Ya maap. Kan udah dibilangin tadi) *udah ngeselin, ngeyel pulaa* X)

Baiklah....adapun inti surat panjang ini sebenarnya terangkum dalam satu tanya :
"Boleh gak saya pinjam Fawkes-si burung Phoenix kesayangan anda, Prof?"

Kalo boleh, hatur nuhun pisaann. Kalo gak boleh : ih Prof kok tega banget sama saya? *menatap iba*

Saya yakin pasti boleh kan, Prof. Anda gak mungkin tega membiarkan saya jalan kaki ke Antartika.
Tolong Fawkes-nya segera dikirimkan ke rumah saya yaa. Masih inget kan ya alamatnya, Prof? Kalo gak, sila baca ulang surat pertama saya (di sini bacanya). Oya, tolong kirim Fawkes sekalian sama pakannya deh, Prof. Saya gak ngerti pakan phoenix apaan soalnya.

Baiklah, sekian sudah surat panjang ini, Prof. Sekali lagi, saya tunggu Fawkesnya.

Salam Semangat,





yang-masih-ngarep-jadi-guru-Hogwarts-
tapi-dipinjemin-Fawkes-pun-udah-sujud-syukur



PS : postingan ini diikutkan dalam event Hotter Potter June Meme di blognya Melisa.
Saya sudah mengikuti blognya Luna dengan email zatinenzer@yahoo.com

Wednesday, June 05, 2013

Why Always Me

Data Buku :
Judul : Why Always Me
Penulis : Orinthia Lee
Penerbit : de Teens
ISBN13 : 9786022551041
Paperback, 220 halaman
Terbit : Mei 2013
Harga : IDR 35K

Why Always Me adalah sebuah novel project perdana yang diadakan oleh Penerbit de TEENS sebagai imprint terbaru DIVA Press khusus remaja di bulan Oktober 2012 silam. Ketika info novel project ini di-publish, redaksi pun langsung menerima puluhan penawaran sinopsis dari berbagai kalangan penulis. Tapi, hanya ada satu yang terpilih, dan ya, Orinthia Lee berhasil memikat dengan alur cerita yang benar-benar sesuai dengan apa yang redaksi inginkan. What a surprise!
 
Ya...saya memang copas tulisan di atas dari blurb novel ini. Jujur...saya tertarik dengan kalimat "tapi, hanya ada satu yang terpilih".
Wow...dari puluhan naskah, hanya naskah ini yang terpilih? Emang tentang apa sih ceritanya? Dan yang lebih penting : sekeren apa sih ampe cerita ini yang terpilih?

Jadi...
Buku ini tentang Bianca, gadis pemilik mulut setajam silet dan penguntai ucapan yang bisa nancap lebih dalam daripada pedang *apa sih, wi*. Karena sifatnya yang selalu ngomong blak-blakan tanpa memperhitungkan efek sakit hati yang diberikan, Bianca pun dijauhi teman-temannya.


Tapi Bianca sih cuek saja. Selama ada Anne, sahabatnya sejak SMP dan Travis, kakaknya Anne yang ditaksir Bianca, maka dia tak merasa sepi. Ketika suatu hari Anne pun menjadi korban mulut tajam Bianca dan mulai menjauh barulah Bianca sadar bahwa sendiri itu sepi.
Lalu apa yang harus dilakukan Bianca ketika usaha perdamaiannya ditolak Anne?

Tampak simpel ya ceritanya? Emang iya sih.
Saya pun merasa begitu kok sejak membaca bab-bab awal novel ini. Mungkin karena novel teenlit maka dipilih cerita dengan plot yang simpel namun bisa "kena" ke kaum remaja.
Segala permasalahan yang ada di buku ini juga "remaja" banget. Mulai dari kesulitan ngerjain PR Fisika (ih saya banget #bhahak), naksir sama kakaknya sahabat (bukan saya kok) sampe ke diresehin kumpulan cewek snob yang berusaha keras jadi geng Mean Girls (dan biasanya gagal).

Lalu karakter seperti Anne dan Bianca, I can relate to them at some point. Ada sedikit sifat Bianca yang suka bicara blak-blakan dalam diri saya (okee...ada banyak sebenernya). Doh...ini penulisnya (Orinthia) nyindir saya ya? #eaaaa *keGRan* *sape elo sih wi?* Sayang Travis (sebagai male lead) malah kurang menonjol karakternya. Ketutup dengan Bianca dan Anne yang menjadi narator dalam buku ini.
Cuma aja...saya kok ngerasa karakter Bianca lebih cocok ke anak SMP akhir/SMU awal? Bukannya SMU kelas 3. Ato saya aja yang udah kelamaan meninggalkan bangku SMA ampe lupa rasanya? Probably.

Cerita yang simpel bukan berarti gaya penulisannya cemen dong. Orinthia punya gaya bercerita yang renyah dan mengalir, membuat saya betah aja memamah buku ini sampe selesai. Karena karakterisasinya kuat, baca buku ini tuh rasanya seperti Anne dan Bianca yang bercerita langsung di depan kita.

Cerita yang simpel juga bukan berarti gampang ditebak. Rada terpana juga waktu tahu solusi yang dipilih Orinthia untuk menutup konflik ceritanya. Wow I didn't see that.
Tapi...
Saya kurang sreg sih dengan solusi itu. Aish..gimana ya caranya berpendapat tanpa spoiler?

Gini...menurut saya solusinya Orinthia adalah solusi paling gampang yang bisa dipilih seorang penulis. Dengan penyelesaian konflik yang kayak gitu, mau gak mau semua masalah yang tersisa ya harus dianggap selesai.
Di sisi lain, saya suka unsur kejutan yang terasa saat membaca endingnya. Sepanjang novel, Orinthia menipu  dengan hawa cerita yang light dan fluffy, membuat saya berpikir endingnya pun akan seperti itu. X)
Dan saya gak nyangka bakal dibikin terharu oleh endingnya.

Meski begitu, saya punya 3 pertanyaan dan 1 komplen ke Orinthia :
1. Bianca, Anne, Peter, Cindy, Travis, Irina, Timothy, dll. Gak adakah nama berbau Indonesia dalam hidup Bianca, Rin? Masa sih dia gak punya 1 orang pun teman bernama Budi ato Jono ato Dewi? *ujung ujungnya narsis* #bhahak. Okeh...saya tahu ini memang gak penting. Gak mengurangi rating yang saya kasi juga kok. Sila mengabaikan :).

2. Di halaman 18, narasinya Bianca ada kalimat : "Anne memiliki bakat yang mengagumkan dalam bidang musik, ia pandai sekali bermain gitar sampai membuatku iri...Aku selalu heran kenapa cewek seperti Anne menyukai buku-buku sarat patah hati yang ditulis Mama."
Pertanyaannya : Ada yang aneh ya? Saya malah heran kenapa Bianca heran *ribet euy bahasanya* Tapi IMO, gak ada yang aneh kalo cewek penyuka musik suka novel patah hati. Justru patah hati kan bisa jadi inspirasi musik keren. Glen Fredly, anyone?

3. Covernya cantik, tapi apa sih maknanya?  Otopet yang ada di cover depan dan sebagai ilustrasi di tiap halaman itu maksudnya apa? Awal liat cover ini, saya kira tentang cewek penggemar otopet. Lah sampe akhir novel gak pernah disinggung sama sekali. Apa saya aja yang terlalu menganggap serius sebuah cover?

4. Kenapa ya judulnya Why Always Me? Saya paham kalo Me-nya itu Bianca, tapi maksud "Why Always" apa? Always dalam hal apa nih? 

Why always me to be the one that say the harsh truth? Why always me to be the one that got away? Why always me who's got to be so awesome? *makin ngaco* Apaan ya maksudnya? 
Dear Orinthia, care to explain this to your reader (me) who has otak panci? Makasi sebelumnya.

Jadi balik ke pertanyaan awal : "sekeren apa sih ampe cerita ini yang terpilih?"
Saya gak baca cerita peserta yang lain sih jadi susah membandingkannya, tapi menurut saya cerita ini layak terpilih kok.
Kenapa?
Karena ini memang hanya kisah simpel tentang seorang gadis yang terlambat menyadari pentingnya kata maaf, tapi toh kisah sesimpel ini mampu membuat saya terpana sesaat. Dan saya juga gak menyangka timbulnya selaput tipis bening di mata usai membaca cerita ini.

Untuk semua itu, saya sematkan 3,5 bintang di novel ini. Bisa lebih kalo aja gak ada point nomor 2-4 di atas.
It's a good debut, Orinthia. Ditunggu sekuel buku ini (kalo ada).

Monday, June 03, 2013

Harry Potter & Order of Phoenix

Data Buku :
Judul: Harry Potter and the Order of Phoenix
Penulis : JK Rowling
Penerbit : Bloomsburry Publishing LPC
Paperback, 766 pages
Published : November 1st 2010Rating : 2 out of 5 stars
Tak diragukan lagi tahun kelima Harry Potter bersekolah di Hogwarts merupakan tahun yang sangat penting. Kini ia berusia lima belas tahun, dan sebagai remaja ia mengalami gejolak masa muda yang mengubah beberapa sifat dasarnya. Ia akan menjalani ujian OWL yang menegangkan, yang menentukan akan jadi apa dirinya setelah lulus. Ia sering sekali bertengkar dengan Cho, sehingga bukan tidak mungkin hubungan mereka putus. Dan ketika ia berkelahi dengan Draco Malfoy, peranannya sebagai Seeker tim Quidditch Gryffindor terancam. Semua ini membuat Harry begitu nelangsa, sehingga untuk pertama kalinya ia ingin sekali meninggalkan Hogwarts. Di tengah semua kegalauan itu, Lord Voldemort dengan kekuatan sihirnya yang luar biasa terus-menerus menghantui Harry. Tanpa henti Pangeran Kegelapan menyiksanya melalui bekas lukanya, dan akhirnya memaksa Harry bertarung mati-matian melawan para Pelahap Maut. Dan puncaknya adalah ia harus menyaksikan kematian seseorang yang amat dicintainya...

Okeh...berhubung saya lagi kena reviewer's block (gaya bener, wi!), jadi singkat aja reviewnya.

Dari semua buku Harry Potter, buku ke-5 ini adalah least favorite buat saya. Doh...766 halaman dan hampir gak ada ceritanya. Inti buku ini tuh cuma mau menceritakan usaha Dumbledore yang menghidupkan kembali Orde of Phoneix (pasukan penentang Voldemort di masa lalu) demi melindungi Harry dan sebuah ramalan yang berkaitan dengan Harry & Voldemort. Udah...gitu aja intinya.

Tapi pembaca dibawa muter-muter gak karuan dengan segala konflik baru yang muncul di Hogwarts (yang mana gak berkaitan dengan konflik utama). Asli deehh...inti cerita ini tuh cuma ada di bab awal (sampe ke adegan perkenalan dengan Orde of Phoenix) terus bagian terakhir waktu mereka bertarung di kementrian. Sisanya? Gak lebih dari filler. Hih!

Di buku ini juga ada tokoh paling nyebelin yaitu Dolores Umbridge. You know apa yang paling nyebelin dari Umbridge selain kekejaman, kepo dan tukang ikut campurnya? Yang paling nyebelin adalah karena tokoh Umbridge gak punya signifikansi apapun dengan jalan cerita. Dia beneran diciptakan untuk memancing emosi dan sebagai filler aja. Tapi credit harus diberikan kepada Imelda Stanton yang sukses memerankan Umbridge. Deskripsi Umbridge tuh seperti ini :
"Dolores Umbridge is described to be a short, squat woman resembling a large pale toad. She had a broad, flabby face, a wide, slack mouth, and little neck. Her eyes were bulging and pouchy eyes, and in her mousy brown hair she often wore a black velvet bow, which reminded Harry of a fly perched dangerously above a toad" (source)

Coba liat Dolores Umbridge versi film. Emang mirip kodok ya....*ini pujian lho*


Tapi cuma soal pemilihan cast ajalah yang bisa dipuji dari film Harry Potter 5. Karena film HP 5 adalah film yang paling melenceng dan paling banyak dipangkas dari buku. Contohnya nih, adegan Mr. Weasley masuk RS karena diserang sewaktu menjalankan tugas Orde dihilangkan dengan sempurna dari film. Belum lagi (mungkin karena ceritanya yang kepanjangan) menonton film HP 5 tuh rasanya seperti menonton potongan-potongan adegan.
Ebentar....kok saya jadi melantur ke film sih? Sorry yaa...Can't help it.

Trus...trus...balik ke soal ramalan yang di-protect mati-matian sama Orde of Phoenix, saya kirain itu ramalan penting banget yang bisa mengguncang dunia kalo ampe bocor. Ealah....cuma gitu aja ramalannya? Gak ada pentingnya sama sekali dalam perkembangan cerita ke depan. Dan tidak juga menjelaskan beberapa misteri yang masih "gelap" bagi pembaca. Beneran deh, saya curiga Rowling kena writer's block waktu nulis buku ini dan gak tau ceritanya mo dibawa ke mana. Jadi aja 1 buku ini isinya filler semua. Coba deh buku 5 diilangin dari seri ini, gak akan ngaruh banyak.

Udah kayaknya cuma segitu aja yang mau saya komplen dari buku 5 ini (sebenernya sih karena gak tau mo nulis apa lagi).
Mengenai karakter Harry yang meledak-ledak di buku ini dan jadi keluhan banyak pembaca lain, buat saya sih gak masalah. Ngerti kok, umur segitu apalagi dalam kondisi Harry, emang masih umurnya gampang emosian. Apalagi Harry merasa dia yang paling tahu tentang Voldemort, paling berkepentingan pula secara dia jadi incaran utama Voldemort, wajar dong kalo dia harus dapat info paling up to date tentang Mbah Voldie. Toh...karena emosional dan gak sabarannya ini, Harry harus membayar mahal dengan kehilangan sosok yang dianggapnya sebagai ayah.