Sunday, February 15, 2015

The Atlantis Gene

Judul : The Atlantis Gene (Gen manusia Atlantis)
Pengarang: A.G Riddle
Penerjemah : Ahmad Alkadri
Editor : Merry Riansyah
Pemeriksa Aksara : Abduraafi Adrian
Cetakan: Pertama, Januari 2015
Penerbit: Fantasious    
Rating : 3 out of 5 stars



Terkadang, saya pengen banget bisa time travel, apalagi abis baca buku ini. Saya pengen ketemu Plato, pengen nanya apa sih yang ada di pikiran dia waktu nulis tentang Atlantis. Dan pengen tahu, apakah Plato dulu mengira bahwa tulisannya tentang Atlantis menjadi inspirasi ribuan cerita bahkan jutaan tahun kemudian.

A.G. Riddle juga salah satu dari ribuan orang yang terinspirasi legenda Atlantis. Gak ada mitos baru tentang Atlantis yang ditambahkan Riddle. Dia cukup setia pada penjabaran Plato tentang Atlantis, yaitu sebuah tanah di mana penduduknya mempunyai teknologi yang sudah begitu maju. Bahkan lokasi Atlantis di buku ini pun disesuaikan dengan versi Plato.

Namun Riddle menambahkan Immari dalam bukunya.
Immari adalah suatu organisasi besar, yang telah berkembang selama ratusan tahun. Immari sudah lama berusaha mencari letak Atlantis dan menyibak misteri di dalamnya. Immari juga sedang mengembangkan gen Atlantis, yaitu suatu gen yang membuat manusia menjadi secerdas dan sekuat Atlantis. Tapi yang membuat Immari berbahaya adalah Protokol Toba yang sedang direncanakan oleh mereka. Protokol Toba adalah usaha pembersihan manusia secara massal, yang meniru efek dari ledakan Gunung Toba ribuan tahun lalu.
Kenapa Immari sampe merencanakan Protokol Toba? Ah...itu termasuk spoiler yang gak bakal saya buka. Silakan  baca sendiri.
"Ini saranku, orang-orang baik akan memintamu masuk van. Orang - orang jahat menutup kepalamu dengan plastik hitam dan melemparmu ke dalam. Aku meminta."
-David Vale-
Buku ini juga memperkenalkan kita pada David Vale dan Katherine Warner.
David Vale adalah mantan anggota CIA yang sekarang menjadi kepala Menara Jam cabang Jakarta. Hayo...bingung Menara Jam itu apa? Singkatnya sih Menara Jam itu organisasi intelijen yang tugasnya membantu memerangi teroris. David terseret melawan Immari karena Menara Jam sedang dihancurkan oleh Immari. Dan cabang Jakarta termasuk target utama, membuat David juga jadi incaran. Yang awalnya tidak diketahui David, pergerakannya sudah lama diawasi Immari. Kenapa Immari menghancurkan Menara Jam dan mengincar David?
Ah...itu harus anda baca sendiri. Hehehe.... ^_^

Lalu ada Kate Warner, seorang dokter yang bertugas di Jakarta dalam penelitian anak autisme. Kate berusaha menemukan obat untuk menyembuhkan autisme. Penelitiannya tampak berhasil karena dua anak percobaannya menunjukkan kemajuan signifikan. Tapi sebelum Kate sempat meneliti lebih jauh, kedua anak tersebut diculik.

Dalam usaha mencari dan membebaskan kedua anak tersebut, Kate berkenalan dengan David. Berdua, mereka berusaha menyibak segala misteri yang disembunyikan Immari. Misteri yang membawa mereka ke Die Glocke (lonceng legendaris milik Nazi) bahkan sampai asal muasal flu Spanyol.
"Agama adalah upaya putus asa leluhur kita guna memahami dunia kita dan masa lalu. Kita hidup dalam kegelapan, dikelilingi oleh misteri... Agama juga memberi kita sesuatu yang lebih : norma kehidupan, cetak biru mengenai yang benar dan salah..."
-Qian-
Untuk sukses membaca buku ini, kuncinya cuma satu : SABAR! Beneran deh.
Riddle membangun dunia yang sangat kompleks dengan konspirasi yang begitu berlapis, sehingga untuk menemukan konflik utama buku ini yaa...pembaca emang harus sabar. 
Tapi tenang aja. Anda gak sendiri kok, karena Anda ditemani oleh Kate dan David yang juga sama clueless-nya di awal cerita. Untunglah Kate dan David adalah karakter utama yang mudah disukai. Seenggaknya ampe akhir buku, saya gak ilfil sih sama mereka berdua dan cukup penasaran pengen tahu gimana mereka bisa lolos dari gempuran-gempuran Immari. Hal ini jadi salah satu faktor yang bikin saya bisa cepat menamatkan buku ini.

Novel ini juga memiliki pace yang cepat. Sedikit sekali adegan yang sia-sia. Kebanyakan adegan yang terjadi akan berhubungan dengan peristiwa-peristiwa setelahnya. Yaaa...hal ini bisa dianggap keuntungan sekaligus kerugian buku ini sih.

Keuntungannya Anda gak cepat bosan. Di awal buku aja nih, settingnya udah di Antartika. Lalu bab berikutnya udah di Jakarta, terus ke Tibet, ntar balik lagi ke Jakarta di bagian yang berbeda. Dan tiap bab itu halamannya sedikiiitt, maksimal 20 halaman deh. Malah ada bab yang cuma 1-2 halaman. Jadi pembaca gak dibikin berlama-lama di satu lokasi. Seru...Rasanya kayak nonton film yang perpindahan settingnya cepat.

Kerugiannya ya karena terlalu cepat itu, apalagi di awal buku.
See...tiap perpindahan lokasi, pembaca diperkenalkan dengan tokoh baru. Belum juga kita bisa "akrab" sama tokoh itu, lah...ceritanya udah berpindah ke tokoh lain. Jadi mesti konsen ke tokoh dan bukannya ke cerita. Untungnya setelah beberapa bab, pembaca mulai kenal dengan tokoh-tokoh utama dan pendukung, jadi mulai bisa melarut dalam cerita dan bukannya bertanya-tanya "duh-ini-siapa-lagi-deh". 
"Perang tak pernah berbeda. Hanya nama-nama mereka yang tewas yang berganti. Selalu hanya mengenai satu hal; kelompok kaya mana yang akan mendapatkan keuntungan. Mereka menyebutnya 'Perang Besar' -- strategi pemasaran yang cerdas."
-Ayah Patrick Pierce-
Sekali lagi, membaca buku ini sensasinya kayak nonton film. Mungkin A.G. Riddle juga menulis buku ini dengan membayangkan versi filmnya ya. 
Karena beliau seringnya lupa mendeskripsikan lokasi dan ciri fisik karakternya dengan detil. Rasanya kok ya dua bagian ini diceritakan samar dan sekilas. Saya kok ya gak ingat warna rambut dan mata Kate dan David. Apalagi ciri fisik tokoh pendukung. Dan saya juga gak kebayang gambaran Gibraltar (yang jadi salah satu setting) dan Die Tibet tuh gimana. Saya ampe perlu googling buat lihat sendiri Gibraltar kayak apa. Maklum aja, saya tipe pembaca visual. Saya perlu punya gambaran jelas tentang lokasi sebelum bisa terhanyut di cerita. 
Nah kalo di film kan, dua hal ini gak perlu diceritain. Penonton bisa lihat sendiri bentuknya kayak apa. Ato mungkin juga sih, karena terlalu banyak yang mau diceritain sama Riddle, jadi dia menganggap deskripsi kayak gini gak perlu.
Yah apapun alasannya, CBS sudah membeli hak film buku ini. Mudah-mudahan filmnya cepat keluar, jadi saya dapat gambaran jelas sesuai imajinasi AG Riddle deh.

Ada satu lagi yang bikin awalnya saya lambat membaca buku ini.
Jadi Atlantis Gene ini kan lokasi awalnya di Jakarta. Dan sebagai orang yang lama tinggal di Jakarta, jidat saya beberapa kali berkerut dong pas baca gambaran Jakarta versi A.G. Riddle.
What? Koran The New York Times bisa dibeli di stasiun Manggarai? Sejak kapan? 
Eh? Kok ada pasar apung di Jakarta? Sebelah mananya? Dan gimana bisa ada kejar-kejaran ampe ngeledakkin mobil antara David dan Immari di jalanan Jakarta? Gak tahu Jakarta semacet apa ya? Boro-boro bisa ledakkin mobil, ledakkin pacar yang ketahuan selingkuh aja susah #udahwi.
Untunglah sebelum protes saya makin panjang, saya disadarkan kalo ini cuma fiksi. Dan penulisnya udah berusaha riset tentang Jakarta. Ya udahlah ya...sebaiknya saya woles aja biar bisa menikmati cerita.
"...setidaknya lakukanlah satu hal untukku: begitu kau mengerti bahwa pertempuran yang kaumasuki bukanlah milikmu, pergilah."
-Ayah Patrick Pierce-
Kelebihan tambahan novel ini adalah terjemahannya yang enak. Novel ini penuh dengan istilah sains dan penjelasannya yang bisa bikin keder. Untunglah penerjemahnya bisa menjabarkan istilah-istilah ini dengan simpel dan jelas sehigga pembaca (maksudnya saya) gak jadi semakin bingung.
Yang sedikit mengganggu adalah banyaknya typo. Saya orang yang jarang cerewetin typo sih sebenarnya, kecuali saya lihat typo-nya masif. Juga banyak pemisahan kata yang salah tempat, misal kata rumah ditulis jadi ru-mah padahal masih di baris yang sama. 
Iya...saya ngerti ini hal teknis, karena format waktu naskah diperiksa dengan setelah dicetak itu berbeda. Juga ada kata-kata yang hilang sepertinya. Misal di halaman 72, ada kalimat "David sisa arsip ke seberang meja..." Eng..maksudnya apa ya?
Kalo novel ini mau dicetak ulang, tolong hal-hal semacam ini diperbaiki ya biar makin nyaman bacanya.
Oh satu lagi, tolong tulisan dari jurnal yang dibaca Kate dicetak dengan font berbeda ato dicetak miring gitu.

Lepas dari segala kekurangannya, menurut saya Atlantis Gene adalah novel yang seru dan page-turner. Alurnya yang cepat dan kemampuan penulis menjaga nuansa tegang dan misterius sampai akhir cerita membuat saya sulit melepaskan novel ini sampe lembar terakhir. Dan setelah baca lembar terakhir, saya malah penasaran baca buku keduanya. Soalnya masih banyak teka teki yang belum terjawab. Juga masih banyak lubang dalam cerita yang semestinya dijelaskan oleh Riddle.
Aduh....Fantasious, kapan buku keduanya diterbitkan? Buruan yaaa. Sekalian buku ketiganya juga. 

Buku ini cocok dibaca sebagai perintang waktu kala menunggu KRL di stasiun yang selalu aja terlambat, ato juga untuk menemani malam minggu kelabu anda #halah. Ditanggung deh, anda bakal lupa hampanya ngejomblo kalo baca buku ini #cukupwicukup.
Tapi jangan dibaca sebagai pengantar tidur untuk anda yang insomnia ya (kayak saya). Soalnya saya sih malah jadi begadang semalaman.

Tiga bintang untuk Atlantis Gene. Yang dua bintangnya saya simpen karena mo liat perkembangan buku kedua dan ketiganya dulu.

“We attack whatever is different, anything we don’t understand, anything that might change our world... Racism, class warfare, sexism, east versus west, north and south, capitalism and communism, democracy and dictatorships, Islam and Christianity, Israel and Palestine, they’re all different faces of the same war: the war for a homogeneous human race, an end to our differences.”
― A.G. Riddle, The Atlantis Gene